Buatmu bunga,
dan bunga-bunga yang sedang mekar di taman-taman yang lainnya,
aku punya hadiah buat kalian..
(Surat Terbuka Seorang Ikhwan untuk Seluruh
Akhwat di Dunia)
Ukhtifillah,
Mungkin aku memang tak romantis tapi siapa
peduli?
Karena toh kau tak mengenalku dan memang tak
perlu mengenalku.
Bagiku kau bunga, tak mampu aku samakanmu
dengan bunga terindah sekalipun.
Bagiku manusia adalah makhluk yang terindah,
tersempurna dan tertinggi.
Bagiku dirimu salah satu dari semua itu,
karenanya kau tak membutuhkan persamaan.
Ukhtifillah,
Jangan pernah biarkan aku manatapmu penuh,
karena akan membuatku mengingatmu.
Berarti memenuhi kepalaku dengan inginkanmu.
Berimbas pada tersusunnya gambarmu dalam tiap
dinding khayalku.
Membuatku inginkanmu sepenuh hati, seluruh jiwa,
sesemangat mentari.
Kasihanilah dirimu jika harus hadir dalam khayalku
yang masih penuh Lumpur.
Karena sesungguhnya dirimu terlalu suci.
Ukhtifillah,
Berdua menghabiskan waktu denganmu bagaikan
mimpi tak berujung.
Ada ingin tapi tak ada henti.
Menyentuhmu merupakan ingin diri, berkelebat
selalu, meski ujung penutupmu pun tak berani
kusentuh.
Jangan pernah kalah dengan mimpi dan inginku
karena sucimu kaupertaruhkan.
Mungkin kau tak peduli
Tapi kau hanya menjadi wanita biasa di hadapanku
bila kau kalah.
Dan tak lebih dari wanita biasa.
Ukhtifillah,
Jangan pernah kautatapku penuh
Bahkan tak perlu kaulirikkan matamu untuk
melihatku.
Bukan karena aku terlalu indah, tapi karena aku
seorang yang masih kotor.
Aku biasa memakai topeng keindahan pada wajah
burukku, mengenakan pakaian sutra emas.
Meniru laku para rahib, meski hatiku lebih kotor
dari Lumpur.
Kau memang suci, tapi masih sangat mungkin kau
termanipulasi.
Karena kau toh hanya manusia-hanya wanita.
Ukhtifillah,
Beri sepenuh diri pada dia sang lelaki suci yang
dengan sepenuh hati membawamu kehadapan
Tuhanmu.
Untuknya dirimu ada, itu kata otakku, terukir dalam
kitab suci, tak perlu dipikir lagi.
Tunggu sang lelaki itu menjemputmu, dalam
rangkaian khitbah dan akad yang indah.
Atau kejar sang lelaki suci itu, karena itu adalah
hakmu, seperti dicontohkan ibunda Khadijah.
Jangan ada ragu, jangan ada malu, semua terukir
dalam kitab suci.
Ukhtifillah,
Bariskan harapanmu pada istikharah sepenuh hati ikhlas.
Relakan Allah pilihkan lelaki suci untukmu,
mungkin sekarang atau nanti,
bahkan mungkin tiada sampai kau mati.
Mungkin itu berarti dirimu terlalu suci untuk semua lelaki di fana saat ini.
Mungkin lelaki suci itu menanti di istana kekalmu,
yang kau bangun dengan segala kekhusyu'an
tangis do'amu.
Ukhtifillah,
Pilihan Allah tak selalu seindah inginmu, tapi itu
pilihan-Nya.
Tak ada yang lebih baik dari pilihan Allah.
Mungkin kebaikan itu bukan pada lelaki yang
terpilih itu, melainkan pada jalan yang kaupilih,
seperti kisah seorang wanita sudi di masa lalu
yang meminta ke-Islam-an sebagai mahar pernikahannya.
Atau mungkin kebaikan itu terletak
pada keikhlasanmu menerima keputusan Sang Kekasih Tertinggi.
Kekasih tempat kita memberi semua cinta dan menerima cinta
dalam setiap denyut nadi kita.
dan bunga-bunga yang sedang mekar di taman-taman yang lainnya,
aku punya hadiah buat kalian..
(Surat Terbuka Seorang Ikhwan untuk Seluruh
Akhwat di Dunia)
Ukhtifillah,
Mungkin aku memang tak romantis tapi siapa
peduli?
Karena toh kau tak mengenalku dan memang tak
perlu mengenalku.
Bagiku kau bunga, tak mampu aku samakanmu
dengan bunga terindah sekalipun.
Bagiku manusia adalah makhluk yang terindah,
tersempurna dan tertinggi.
Bagiku dirimu salah satu dari semua itu,
karenanya kau tak membutuhkan persamaan.
Ukhtifillah,
Jangan pernah biarkan aku manatapmu penuh,
karena akan membuatku mengingatmu.
Berarti memenuhi kepalaku dengan inginkanmu.
Berimbas pada tersusunnya gambarmu dalam tiap
dinding khayalku.
Membuatku inginkanmu sepenuh hati, seluruh jiwa,
sesemangat mentari.
Kasihanilah dirimu jika harus hadir dalam khayalku
yang masih penuh Lumpur.
Karena sesungguhnya dirimu terlalu suci.
Ukhtifillah,
Berdua menghabiskan waktu denganmu bagaikan
mimpi tak berujung.
Ada ingin tapi tak ada henti.
Menyentuhmu merupakan ingin diri, berkelebat
selalu, meski ujung penutupmu pun tak berani
kusentuh.
Jangan pernah kalah dengan mimpi dan inginku
karena sucimu kaupertaruhkan.
Mungkin kau tak peduli
Tapi kau hanya menjadi wanita biasa di hadapanku
bila kau kalah.
Dan tak lebih dari wanita biasa.
Ukhtifillah,
Jangan pernah kautatapku penuh
Bahkan tak perlu kaulirikkan matamu untuk
melihatku.
Bukan karena aku terlalu indah, tapi karena aku
seorang yang masih kotor.
Aku biasa memakai topeng keindahan pada wajah
burukku, mengenakan pakaian sutra emas.
Meniru laku para rahib, meski hatiku lebih kotor
dari Lumpur.
Kau memang suci, tapi masih sangat mungkin kau
termanipulasi.
Karena kau toh hanya manusia-hanya wanita.
Ukhtifillah,
Beri sepenuh diri pada dia sang lelaki suci yang
dengan sepenuh hati membawamu kehadapan
Tuhanmu.
Untuknya dirimu ada, itu kata otakku, terukir dalam
kitab suci, tak perlu dipikir lagi.
Tunggu sang lelaki itu menjemputmu, dalam
rangkaian khitbah dan akad yang indah.
Atau kejar sang lelaki suci itu, karena itu adalah
hakmu, seperti dicontohkan ibunda Khadijah.
Jangan ada ragu, jangan ada malu, semua terukir
dalam kitab suci.
Ukhtifillah,
Bariskan harapanmu pada istikharah sepenuh hati ikhlas.
Relakan Allah pilihkan lelaki suci untukmu,
mungkin sekarang atau nanti,
bahkan mungkin tiada sampai kau mati.
Mungkin itu berarti dirimu terlalu suci untuk semua lelaki di fana saat ini.
Mungkin lelaki suci itu menanti di istana kekalmu,
yang kau bangun dengan segala kekhusyu'an
tangis do'amu.
Ukhtifillah,
Pilihan Allah tak selalu seindah inginmu, tapi itu
pilihan-Nya.
Tak ada yang lebih baik dari pilihan Allah.
Mungkin kebaikan itu bukan pada lelaki yang
terpilih itu, melainkan pada jalan yang kaupilih,
seperti kisah seorang wanita sudi di masa lalu
yang meminta ke-Islam-an sebagai mahar pernikahannya.
Atau mungkin kebaikan itu terletak
pada keikhlasanmu menerima keputusan Sang Kekasih Tertinggi.
Kekasih tempat kita memberi semua cinta dan menerima cinta
dalam setiap denyut nadi kita.
Nur Farhana
No comments:
Post a Comment